Cerpen Hari Ibu : Ibu Maafkan Aku
Siang itu disebuah restoran terlihat
Sita yang sedang sibuk membantu ayahnya melayani pengunjung restoran
yang cukup ramai dari biasanya. Sita adalah putri tunggalnya Irwan sang
pemilik restoran tersebut, memang begitulah kegiatan Sita setelah pulang
sekolah yaitu membantu ayahnya di restoran apalagi sekarang mulai
memasuki libur panjang paska ulangan semester sehingga Sita lebih
leluasa membantu ayahnya. Irwan sangat bangga memiliki putri seperti
Sita, bukan hanya parasnya yang cantik tapi hatinya pun tidak kalah
cantik. Sita pun merasa bangga memiliki ayah seperti Irwan karna Irwan
mampu mendidik Sita dengan baik meskipun hanya seorang diri tanpa istri.
Ibu Santi ibunya Sita kini entah dimana keberadaannya setelah dia pergi
10 tahun lalu ketika usia Sita 7 tahun dan kini nasibnya pun tak ada
yang tau.
Terik matahari begitu menyengat
siang itu. Terlihat seorang wanita paruh baya berjalan tanpa alas kali,
badan yang dekil, rambut yang kusut serta acak-acakan, dan baju yang
lusuh serta compang camping yang setia menempel dibadannya. Sedari tadi
wanita itu pun terus berjalan menyusuri jalanan tak tentu arah dan
tujuan sambil memegangi perutnya yang keroncongan dan sesekali ia
menghapus setiap peluh yang menetes dari wajahnya. Sudah hampir 2 hari
wanita gelandangan itu tidak memakan apapun minum pun hanya dapat
meminum air keran dari mushola-mushola yang ia lewati. Ia berharap ada
orang baik yang mau memberinya sedikit sedekah agar ia bisa membeli
makanan. Tiba-tiba langkah wanita itu terhenti dan matanya pun tertuju
pada sebuah papan yang bertuliskan "RESTO RASAKU" yang terpampang
disebrang jalan. Wanita itu pun berinisiatif pergi kesana dan meminta
sedikit makanan ia tau mengemis itu hina tapi ia pun tak mau jika harus
mati karna kelaparan. Dengan segera wanita itu pun mulai melangkahkan
kakinya menuju restoran dan tanpa ia sadari sebuah sepeda motor melaju
cukup kencang dan..... "ckitt... brukk... gbrukk..." wanita itu pun
tersungkur dengan luka-luka yang cukup serius dan merintih kesakitan
sementara si pengemudi sepeda motor langsung kabur. Akibat kejadian itu
pun jalanan menjadi ramai orang-orang yang ada disekitarnya
berbondong-bondong ingin melihat dan merasa iba kepada wanita itu tapi
tak ada satu pun yang mau menolong wanita itu mungkin karna wanita itu
hanya seorang gelandangan sehingga ia tak pantas untuk ditolong.
Mendengar keributan diluar
membuat Sita penasaran dan bergegas kedepan restoran ia melihat banyak
orang yang berkerumun dijalan Sita pun mencoba menerobos kerumanan orang
tersebut dan melihat seorang wanita gelandangan yang meringis
kesakitan.
"ya Allah ibu kenapa? Ibu gak papakan?" tanya Sita hawatir.
"ibu tidak apa-apa nak". Jawab wanita tersebut.
"sebaiknya ibu ikut saya nanti luka-lukanya saya obati". Ucap Sita.
Wanita itu pun menurut dan Sita
pun segera membawa wanita itu kedalam restoran untuk mengobati
luka-lukanya. Itulah Sita selain cantik jiwa sosialnya pun tinggi
meskipun belum kenal tapi dia tidak bisa melihat orang lain kesusahan
dan tidak segan-segan menolongnya. Semua luka-luka wanita itu pun sudah
diobati tapi wanita itu pun masih terlihat pucat mungkin karna lapar
yang dirasanya sesekali ia memegangi perutnya yang terasa sakit.
"ibu kenapa? Apa ibu lapar?" tanya Sita wanita itu pun hanya mengangguk.
"baiklah ibu tunggu disini saya
mau ambilkan makan dulu untuk ibu" sambung Sita dengan senyum khasnya
dan berlalu pergi menuju dapur.
Tiba-tiba seorang pria mendekati wanita itu.
"Santi" ucapnya seakan tak percaya.
"mas Irwan" ucap wanita itu yang ternyata bernama Santi.
Santi pun langsung bersimpuh didepan kaki Irwan.
"maafkan saya mas, saya salah
saya berdosa terhadap mas dan Sita maaf saya telah menelantarkan dan
meninggalkan kalian. Saya menyesal mas". ucap Santi terisak dengan penuh
penyesalan.
Irwan pun tak tinggal diam ia
segera mengangkat tubuh Santi agar berdiri dan sejajar dengannya. Irwan
tau apa yang dulu diperbuat Santi sangat membuat hatinya terluka
terlebih untuk Sita tapi dengan kelapangan hatinya Irwan mencoba
memaafkan Santi.
"Sudahlah aku sudah memaafkanmu, tapi mengapa kau sekarang jadi seperti ini?" ucap Irwan.
"Mungkin ini hukuman dari Allah mas karna dulu aku telah menyakiti hati kalian". ucap Santi kembali terisak.
Irwan pun langsung mendekap
Santi kepelukannya sebuah kerinduan yang dalam dirasakan keduanya
meskipun Irwan sempat membenci Santi tapi rasa benci itu
berangsur-angsur hilang karna rasa cinta Irwan untuk Santi sangat besar.
Tanpa mereka sadari sepasang mata memperhatikan mereka.
"prakk.." suara benda pecah
Irwan dan Santi pun menoleh ke sumber suara terlihat Sita sudah berdiri
mematung dengan mata yang berkaca-kaca.
"Sita sini sayang" ucap Irwan memanggil putrinya. Dengan ragu Sita pun berjalan kearah Irwan.
"ini Sita mas, ya Allah putriku sudah besar" ucap Santi bahagia.
Santi pun memuluk Sita erat
kerinduannya kini terbayar sudah untuk beberapa saat Sita masih mematung
tak percaya tapi tiba-tiba Sita melepaskan pelukan Santi dengan kasar.
"tidak... kamu bukan ibuku,
ibuku sudah mati" teriak Sita histeris dan tak terasa butir-butir bening
kini telah membasahi pipinya.
"Sita ini ibu nak" ucap Santi meyakinkan.
"gak... gak mungkin" ucap Sita sambil berlalu pergi.
Santi pun hanya bisa menangis ia
tau apa yang putrinya rasakan ia yakin putrinya belum bisa memaafkan
dirinya Irwan pun mencoba menenangkan Santi.
"sudahlah mungkin Sita butuh waktu. Mendingan kita pulang dan menata kembali kehidupan kita." ucap Irwan bijak.
Sita pun berlari tanpa arah
entah apa yang harus dia lakukan hatinya terlalu sakit jika harus
memaafkan Santi rasa bencinya terhadap ibunya terlalu besar. Bagi Sita,
dulu Santi bukan hanya sekedar ibu tapi juga malaikat yang selalu
melindungi dan menjaganya tapi setelah kejadian 10 tahun lalu ketika
Santi meninggalkannya bersama ayahnya hanya demi laki-laki yang lebih
kaya, lebih mapan, lebih segalanya dari ayahnya terlebih ketika ia
menangis meronta-ronta meminta Santi untuk tidak pergi tapi dengan
angkuhnya Santi pergi dan tidak memperdulikannya sedikitpun mungkin
itulah yang membuat Sita sangat membenci Santi karna rasa sakit hati
yang teramat dalam. 10 tahun Sita mencoba mengubur kejadian itu dan
melupakan Santi dari hidupnya dan kini Santi hadir kembali membuka luka
lama yang telah ditorehkan dihatinya.
Sudah hampir 3 bulan Santi
tinggal bersama dengan Irwan dan Sita tapi sikap Sita masih sama ia
tidak mau menerima Santi ditengah-tengah keluarganya Irwan pun sering
membujuk Sita tapi hasilnya nihil Sita masih tetap pada pendiriannya.
Sita memang anak yang baik tapi untuk memaafkan Santi itu terlalu sulit
tapi jauh didalam lubuk hati Sita ada kerinduan yang mendalam terhadap
Santi tapi lagi-lagi ego dan kebenciannya selalu menguasai hatinya.
Santi hampir putus asa dengan sikap Sita tapi ia yakin suatu saat nanti
Sita akan memaafkannya.
"Sita ibu boleh bicara sesuatu" ucap Santi ketika di ruang keluarga.
Sita hanya menatapnya dengan sinis lalu ia kembali fokus dengan handphonenya.
"Sita sampai kapan kamu begini
terus. Ibu tau ibu salah tolong maafkan ibu nak" ucap Santi dan untuk
kesekian kalinya ia menangis.
"jadi aku harus maafin kamu?
Nggak semudah itu apa yang kamu perbuat dulu terlalu sakit. Kamu tau
anak 7 tahun itu masih memerlukan kasih sayang seorang ibu tapi kamu?
Apa yang kamu lakukan HAH? Kamu ninggalin aku dan ayah. Kamu tau sejak
kamu pergi, disekolah aku selalu diejek teman-teman aku mereka bilang
ibu aku gak sayang sama aku dan ayah, ibu aku matre, sampai yang lebih
sakit buat aku adalah para tetangga ngolok-ngolok ayah katanya ayah gak
becus ngurus istri. Kamu tau untuk pertama kalinya aku lihat air mata
ayah, dan mulai saat itu aku menjadi sangat benci pada kamu" ucap Sita
dengan emosi yang meluap.
Suasana semakin panas dan Santi
hanya bisa menangis dan terus meminta maaf. Sita menyadari apa yang
dilakukannya salah ia tau bahwa surga ada ditelapak kaki ibu tapi apakah
masih ada surga ditelapak kaki ibu jika ibunya sendiri yang tega
menelantarkannya mungkin itulah yang ada dipikiran Sita. Sita pun
beranjak untuk pergi tapi naas kakinya tersandung sesuatu dan....
"dukk..." kepala Sita terbentur ujung meja yang tajam dengan keras
sedetik kemudian bau anyir menyeruak dan darah kental mengalir dari
kepalanya dan Sita pun tak sadarkan diri. Santi pun langsung membawa
Sita ke Rumah Sakit dan segera mengabari Irwan yang sedang ada di
restoran.
Terlihat Sinta dan Irwan menunggu dengan harap-harap cemas tak berapa lama dokter yang menangani Sita keluar dari ruangan Sita.
"dokter bagaimana keadaan anak kami? Dia baik-baik saja kan?" tanya Irwan cemas.
"sebaiknya bapak dan ibu ikut saya karna ada sesuatu yang penting yang harus dibicarakan" ucap dokter.
Santi dan Irwan pun mengikuti dokter keruangannya betapa terkejutnya mereka mendengar pernyataan dokter bahwa Sita divonis buta.
"begini pak bu mungkin karna
benturan yang sangat keras dikepala Sita sehingga membuat salah satu
sarafnya rusak dan saraf yang rusaknya adalah saraf mata" jelas dokter.
"apakah Sita masih bisa melihat lagi?" tanya Santi.
"Bisa tapi kita harus mencari donor mata untuknya" jawab dokter.
Santi dan Irwan hanya dapat
berdoa semoga jika putri sadar ia dapat tabah. Sita pun akhirnya sadar
tapi ketika sadar ia langsung histeris karna semua yang dilihatnya
menjadi hitam tak ada cahaya sedikitpun.
"ayah Sita gak mau buta ayah" tangis Sita meledak.
"kamu yang sabar yah nak" ucap Santi mencoba menenangkat Sita.
"kamu…. pergi kamu dari sini.
Aku benci kamu semua ini gara-gara kamu" teriak Sita.Santi hanya bisa
menangis lagi-lagi Sita belum memaafkannya.
Sudah hampir 1 bulan Sita pun
sudah kembali kerumahnya meskipun dia belum bisa menerima kenyataan
bahwa dirinya buta. Sampai saat ini juga belum ada informasi tentang
yang mau mendonorkan matanya untuk Sita. Santi semakin tak tega melihat
putrinya terus berada dalam kegelapan. Sehingga Santi berinisiatif untuk
mendonorkan matanya untuk Sita tapi Irwan tidak mengijinkannya karna
Irwan tau orang yang mendonorkan matanya haruslah orang yang sudah
meninggal sedangkan Santi dia masih hidup dan sehat bugar Irwan pun tak
ingin kehilangan Santi untuk ke 2 kalinya. Tiba- muncullah ide gila
dipikiran Santi.
"Sita maafin ibu. Dan ibu mohon
ijinkan ibu meluk kamu sekali ini saja" ucap Santi sambil memeluk Sita.
Entah kenapa Sita tak menolak bahkan ia merasa sangat nyaman dipelukan
Santi.
Setelah beberapa lama Santi pun melepaskan pelukannya.
"Sita kamu jaga diri baik-baik
yah, jagain ayahmu juga. Ibu sayang sama kamu" ucap Sinta lalu mengecup
kening putrinya itu setelah itu ia pergi.
Hari ini hujan turun dengan
derasnya suara petir saling beradu tiada henti Sita termenung dikamar
mencoba mencerna kata-kata ibunya dan entah mengapa perasaannya semakin
tidak karuan.
Santi akan segera melancarkan
ide gilanya ia segera menutup matanya dengan shall hitam dan sengan
pasti menginjak pedal gas dengan cepat kurang dari semenit tiba-tiba...
"brukk.... jderr..." suara mobil menghantam sebuah pohon dengan keras
dan bersamaan dengan menggelegarnya suara petir.
Irwan sangat senang mendapat
kabar dari rumah sakit bahwa ada seseorang yang baik hati mau
mendonorkan matanya untuk putrinya. Irwan pun menanyakan siapa yang rela
mendonorkan mata untuk putrinya tiba-tiba handphone yang digenggamnya
jatuh ia tak percaya akan yang dokter ucapkan padanya tak terasa air
matanya pun menitih dengan segera Irwan pun langsung melesat ke rumah
sakit dan langsung menuju kamar mayat.
"Santi" ucapnya lirih. Ia melihat istrinya telah terbujur kaku. Tiba-tiba seorang polisi masuk dan ia memberikan sebuah surat.
"ini milik istri anda tuan saya
menemukannya di TKP" ucapnya sambil menyerahkan surat tersebut. Irwan
pun membuka surat tersebut Irwan pun membaca surat yang ditujukan Santi
Untuknya.
Untuk suamiku,
Mas Irwan maafkan saya
karna saya telah mengambil keputusan yang salah menurut mas tapi menurut
saya ini yang terbaik saya ingin melihat Sita bahagia saya ingin Sita
bisa melihat lagi jadi saya mohon tolong berikan mata saya untuk Sita.
Dan tolong jangan beritahu Sita tentang ini sebelum dia menanyakan.
Sampaikan juga sayang dan maaf saya untuk Sita. Terima kasih untuk
semuanya mas, maafkan saya mas.
Love You.
Seiring berakhirnya surat tersebut air mata Irwan pun kembali terjun bebas.
"mas Irwan sebaiknya operasinya kita laksanakan hari ini juga" ucap seorang dokter yang menghampiri Irwan.
Sita yang mendengar kabar ini pun sangat bahagia karnasebentar lagi kehidupannya akan kembali normal.
Operasi pun berjalan lancar dan
sampai saat ini Sita tidak tahu siapa yang mendonorkan mata untuk
dirinya dan dia tak tau pula tengtang keadaan ibunya saat ini Irwan pun
tak berani memberi tahu Sita. Setelah operasi selesai Irwan pun bergegas
pulang untuk mengurus pemakaman Santi semestara Sita masih tak sadarkan
diri akibat pengarup obat bius paska operasi. Terlihat diwajah Irwan
gurat kehilangan yang dalam tapi disisi lain ia bahagia anaknya bisa
melihat lagi dan bangga memiliki istri seperti Santi yang rela
memberikan matanya untuk anaknya meskipun nyawanya sendiri yang jadi
taruhannya.
Hari ini adalah hari yang
ditunggu-tunggu oleh Sita meskipun ada perasaan hawatir yang melanda
hatinya takut-takut operasinya gagal Irwan pun dengan setia selalu ada
di samping Sita untuk memberikan support kepada anak semata wayangnya
itu.
"apa kamu sudah siap" ucap dokter meyakinkan.
Sita hanya menjawab dengan
sebuah anggukan kecil. Dengan telaten dan hati-hati dokter pun membuka
perban Sita."buka matamu perlahan jika sakit jangan dipaksakan" perintah
dokter.
Sesuai perintah dokter dengan
perlahan Sita membuka matanya. Terlihat setitik cahaya Sita pun mulai
mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan namun pasti titik-titik cahaya itu
terlihat dengan jelas dia pun bisa melihat dokter, suster, serta
ayahnya tapi tunggu mata Sita mulai mencari sosok seseorang yang selama
ini dia benci tapi sayangnya dia tidak ada tapi Sita tidak mau ambil
pusing yang jelas sekarang dia merasa sangat bahagia.
"ayah aku bisa melihat lagi" ucapnya dan langsung berhambur kepelukan Irwan yang ada disampingnya.
Kini kehidupan Sita kembali
normal dan mulai melaksanakan aktivitas seperti biasanya tapi ada
sesuatu yang mengganjal dihatinya, kenapa sejak operasi sampai sekarang
dia tak pernah melihat sosok Santi, kemana dia sebenarnya? ingin rasanya
Sita menanyakan Santi kepada ayahnya tapi mulutnya terlalu sulit untuk
berucap.
"kamu kenapa nak?" ucap Irwan menghampiri anaknya yang dari tadi duduk termenuh sendiri di dalam kamarnya.
"hmm... enggak kok yah, aku gak papa." jawab Sita tak bersemangat.
"apa kamu kangen sama ibumu? Kamu tau sekarang hari ibu kan?" tanya Irwan.
Sita menoleh dengan cepat
mendengar pertanyaan ayahnya hampir-hampir membuat matanya loncat.
"nggak kok, ayah kan tau sendiri aku benci dia gak mungkinkan aku kangen
sama dia." sanggah Sita tapi memang jauh dilubuk hatinya ada rasa rindu
akan kehadiran Santi.
"SITA jangan pernah bicara seperti itu nanti kau akan menyesal nak." ucap Irwan dan kini nada bicaranya mulai meninggi.
"maksud ayah apa? Emang kemana sih dia?" ucap Sita keheranan mendengar pernyataan ayahnya.
"mungkin sekarang saatnya kamu
mengetahui semuanya. Dan sekarang kamu ikut ayah" ucap Irwan sambil
menyeret lembut tangan dan membawanya masuk ke dalam mobil.
Sekitar hampir 15 menit mobil pun berhenti di sebuah pemakaman umum Sita hanya menyerngitkan dahinya.
"ayah kenapa ayah membawaku
kemari" tanyanya heran. Irwan pun tak menjawab tetapi dia menuntun
tangan Sita dan sampailah disebuah gundukan tanah merah yang kini mulai
ditumbuhi rerumputan. Sita terbelak melihat nisan yang tertancap hatinya
kaget bukan main.
"ayah maksudnya apa ini?" tanya Sita mulai bergetar.
"tabahkan hatimu nak, ibumu sudah tenang disana." ucap Irwan.
Kakinya bergetar air matanya
kini mulai terjun bebas dari pelupuk matanya dalam sekejab tubuh Sita
pun ambruk didepan pusara ibunya. "ibu maafkan Sita, Sita durhaka sama
ibu. Kenapa ibu tega ninggalin Sita untuk kedua kalinya." tangis Sita
mulai membahana memecah keheningan.
Irwan hanya bisa menatapnya
pilu. "sudahlah nak yang lalu biarlah berlalu, ayah yakin ibumu pasti
memaafkanmu yang penting doakan dia dalam shalatmu agar dia mendapat
tempat terindah disisi Allah kamu tau doa anak sholeh itu selalu
dikabulkan oleh Allah." ucap Irwan menenangkan Sita.
"sebenarnya apa yang terjadi ayah." tanya Sita.
Irwan pun menceritakan senuanya
kepada Sita seketika hatinya serasa disambar petir disiang bolong dan
yang tersisa kini hanya penyesalan yang mendalam.
“ibu kenapa ibu lakukan ini demi
Sita, Sita rela kok kalo Sita harus buta selamanya asal ibu ada
disamping Sita” ucap Sita sesegukan.
“sudahlah nak jangan menangis ibumu gak mau liat kamu seperti ini.” Ucap Irwan dan merangkul putrinya tersebut.
Meski berat Sita pun mencoba
tegat dan dia berjanji akan slalu mendoakan yang terbaik untuk ke dua
orang tuanya terlebih untuk Santi yang telah tenang dialam sana.
***THE END***
http://www.nuansaremaja.com/2011/12/cerpen-hari-ibu-ibu-maafkan-aku.html